JAKARTA, IndoBisnis – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kembali disorot usai menjalani pemeriksaan KPK terkait dugaan suap Harun Masiku. Namun, alih-alih menjelaskan kasusnya, Hasto justru menyampaikan pesan politik.
“Jaga Ibu Megawati, jaga marwah partai dari mereka yang ingin mengaduk-aduk PDIP. Keadilan pasti akan menang,” ujar Hasto sebelum memasuki ruang penyidikan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/2).
Pernyataan ini langsung memicu spekulasi: Apakah Hasto sedang mengisyaratkan adanya tekanan politik? Atau justru ingin mengalihkan fokus dari kasus yang menjeratnya?
Pemeriksaan ini menjadi titik penting dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, mantan caleg PDIP yang hingga kini masih buron.
KPK menduga bahwa ada aliran dana mencurigakan yang digunakan untuk “mengamankan” Harun Masiku dalam kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Hasto diduga mengetahui atau bahkan berperan dalam mengatur skema ini.
Namun, bukannya menjawab pertanyaan substansial soal dugaan suap ini, Hasto lebih banyak membangun narasi perjuangan politik.
Dalam keterangannya, Hasto menegaskan bahwa ia baik-baik saja di tahanan. Ia bahkan menyebut dirinya diterima dengan baik oleh sesama tahanan yang ia juluki “Warga Merah Putih.”
“Semangat saya tetap bergelora karena ini adalah perjuangan untuk keadilan. Indonesia harus terbebas dari campur tangan kekuasaan yang menjadikan hukum sebagai alat penindasan,” katanya.
Ia juga bercerita bahwa setiap pagi di tahanan, ia bersama rekan-rekan lainnya menyanyikan lagu kebangsaan seperti “Maju Tak Gentar” dan “Garuda Pancasila.”
Kasus ini bukan hanya ujian bagi Hasto, tetapi juga menjadi beban politik bagi PDIP.
Di satu sisi, ada tekanan untuk tetap solid dan membela Hasto sebagai korban kriminalisasi politik. Namun, di sisi lain, partai juga harus menjaga citra di tengah sorotan publik terkait kasus korupsi.
Kini, semua mata tertuju pada langkah PDIP dan bagaimana Hasto akan menghadapi persidangan yang semakin mendekat.
Apakah ia akan membuka fakta baru yang mengejutkan? Atau justru semakin tersudut oleh bukti-bukti KPK?***
