JAKARTA, IndoBisnis – Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, didakwa menerima suap senilai total sekitar Rp4,6 miliar untuk mempengaruhi putusan perkara yang melibatkan terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Suap tersebut melibatkan sejumlah uang tunai dalam berbagai mata uang, termasuk Rp1 miliar dan Sin$308.000.
Surat dakwaan yang dibacakan pada Selasa (24/12) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat mengungkapkan rincian suap yang diterima oleh ketiga hakim tersebut, yang diduga diberikan oleh Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat untuk mempengaruhi putusan perkara yang melibatkan Ronald Tannur.
“Menerima hadiah atau janji berupa uang tunai sebesar Rp1 miliar dan Sin$308.000,” kata jaksa dalam pembacaan surat dakwaan.
Suap yang diterima oleh hakim-hakim tersebut bervariasi dalam jumlah dan metode pemberiannya. Terdakwa Erintuah Damanik menerima uang tunai sebesar Sin$48.000 dan Sin$140.000 yang dibagi antara dirinya dan dua hakim lainnya. Uang sebesar Sin$140.000 dibagi dengan rincian Sin$38.000 untuk Damanik, Sin$36.000 untuk Heru Hanindyo, dan Sin$30.000 yang disimpan oleh Damanik.
Sementara itu, Heru Hanindyo juga menerima uang tunai senilai Rp1 miliar dan Sin$120.000. Jaksa mengungkapkan bahwa seluruh uang yang diterima oleh para hakim tersebut diberikan dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan mereka dalam kasus Gregorius Ronald Tannur, yang pada akhirnya dijatuhkan putusan bebas oleh majelis hakim di PN Surabaya pada 24 Juli 2024.
Putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur, yang pada awalnya disambut oleh pihak terdakwa, akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) setelah melalui proses kasasi. Pada tingkat kasasi, MA menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap Tannur. Hal ini mencuatkan temuan adanya dugaan keterlibatan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar, dalam proses pengurusan perkara tersebut.
Jaksa menegaskan bahwa pemberian suap tersebut dilakukan untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum, yang pada akhirnya menjadi bagian dari rangkaian tindak pidana korupsi yang melibatkan hakim-hakim PN Surabaya.
Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Tindak pidana ini terjadi antara Januari hingga Agustus 2024, di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Surabaya dan di Gerai Dunkin Donuts Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani Semarang, yang menjadi lokasi transaksi suap.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan lembaga peradilan yang seharusnya menjadi penjaga keadilan, namun justru terlibat dalam praktek suap untuk mengubah jalannya proses hukum. Masyarakat menantikan proses hukum selanjutnya untuk menindaklanjuti dugaan korupsi yang merusak integritas sistem peradilan Indonesia.***
Artikel ini telah tayang di IndoBisnis.co.id.