JAKARTA, IndoBisnis – Aset demi aset mulai terungkap. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam memburu hasil tindak pidana korupsi. Kali ini, penyidik KPK menyita empat bidang tanah yang diduga milik Rohidin Mersyah (RM), mantan Gubernur Bengkulu periode 2021-2024.
Pada 21 Februari 2025, tim penyidik KPK melakukan penyitaan terhadap satu bidang tanah beserta rumah di Depok, Jawa Barat, serta tiga bidang tanah di Kota Bengkulu. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemulihan keuangan negara akibat dugaan pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan tersangka RM.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, mengungkapkan bahwa total nilai aset yang disita mencapai Rp4,3 miliar.
“Penyitaan ini merupakan langkah hukum yang diambil untuk mengembalikan kerugian negara akibat tindak pidana yang dilakukan tersangka RM,” ujar Tessa dalam keterangannya, Selasa (25/2).
Namun, ini baru permulaan. KPK terus menelusuri kemungkinan adanya aset lain yang disamarkan atas nama pihak ketiga atau disembunyikan di bawah penguasaan orang lain.
KPK menegaskan bahwa siapa pun yang terlibat dalam upaya menyembunyikan aset hasil korupsi tidak akan lolos dari jerat hukum.
“Penyidik tidak akan segan-segan mengenakan tindak pidana pencucian uang kepada siapa pun yang berusaha menyembunyikan aset milik tersangka RM,” kata Tessa.
Peringatan ini menjadi sinyal keras bagi pihak-pihak yang mungkin terlibat dalam upaya mengamankan aset ilegal.
Dalam operasi penyitaan ini, KPK mengapresiasi kerja sama dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta masyarakat yang turut berperan dalam membantu kelancaran proses hukum.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada BPN dan masyarakat yang berperan serta dalam kelancaran penyitaan aset ini,” ucap Tessa.
Dengan penyitaan ini, KPK semakin dekat dalam mengungkap aliran dana yang melibatkan RM. Namun, pertanyaan besar masih menggantung: apakah ada pihak lain yang terlibat dalam skandal ini? Publik menanti jawaban dari penyelidikan lanjutan KPK.

Sebelumnya, kasus ini mencuat dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu, 23 November 2024. Dalam operasi tersebut, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (IF) dan Ajudan Gubernur Evriansyah (E) alias Anca.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, penyidik memperoleh informasi mengenai dugaan penerimaan uang oleh Ajudan Gubernur Evriansyah dari Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri untuk Gubernur Rohidin Mersyah pada Jumat, 22 November 2024.
“Sebagai tindak lanjut atas laporan masyarakat tersebut, KPK bergerak ke Bengkulu. Pada tanggal 23 November 2024, sekitar pukul 07.00 WIB, tim mengamankan delapan orang,” kata Alex di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (24/11/2024).
Delapan orang yang diamankan terdiri dari berbagai pejabat, antara lain:
Syarifudin (Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu)
Syafriandi (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu)
Saidirman (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan)
Ferry Ernest Parera (Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra)
Isnan Fajri (Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu)
Tejo Suroso (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang)
Rohidin Mersyah (Gubernur Bengkulu)
Evriansyah (Ajudan Gubernur)
KPK menyita uang tunai sebesar Rp7 miliar dalam OTT di lingkungan Pemprov Bengkulu. Uang tersebut diamankan dari empat lokasi berbeda:
1. Rp32,5 juta ditemukan dari mobil Syarifudin
2. Rp120 juta diamankan dari rumah Ferry Ernest Parera
3. Rp370 juta ditemukan dari mobil Gubernur Rohidin Mersyah
4. Rp6,5 miliar dalam berbagai mata uang (Rupiah, Dolar Amerika, dan Dolar Singapura) ditemukan di rumah dan mobil Ajudan Gubernur Evriansyah
“Sehingga total uang yang diamankan pada kegiatan tangkap tangan ini mencapai sekitar Rp7 miliar,” ungkap Alex.
KPK melakukan penahanan terhadap ketiga tersangka selama 20 hari pertama, terhitung sejak 24 November 2024 hingga 13 Desember 2024.
“Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” tuturnya.
Lebih lanjut, Alex menyatakan bahwa para tersangka disangkakan melanggar ketentuan pada:
Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 55 KUHP
Kasus ini masih terus dikembangkan. KPK memastikan akan menelusuri aliran dana lebih lanjut dan mendalami keterlibatan pihak lain dalam skandal korupsi ini.
Apakah akan ada nama besar lain yang terseret dalam pusaran kasus ini?
Publik masih menanti.***