Jumat, April 18, 2025
spot_img
BerandaHUKUM DAN KRIMINALHakim Konstitusi Arief Hidayat Tegaskan Pimpinan KPK Harus Mampu Hidup di Tempat...

Hakim Konstitusi Arief Hidayat Tegaskan Pimpinan KPK Harus Mampu Hidup di Tempat Sunyi, Bagaimana Nasib Gugatan Alexander Marwata?

JAKARTA, IndoBisnis – Dalam sidang gugatan yang diajukan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan nasihat yang menggugah.

Arief menyebutkan bahwa profesi sebagai pimpinan KPK adalah profesi yang mulia, namun juga penuh tantangan.

“Ini adalah profesi yang harus hidup di tempat yang sunyi,” kata Arief dalam sidang yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (13/11).

Gugatan yang diajukan oleh Alex Marwata mengarah pada Pasal 36 huruf a dalam Undang-Undang KPK yang mengatur larangan bagi pimpinan KPK untuk berhubungan langsung dengan pihak yang terlibat dalam perkara.

Alex menganggap pasal tersebut merugikan dirinya secara konstitusional, dan meminta agar pasal itu dihapus.

Namun, Arief Hidayat menegaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang komisioner KPK memang harus menerima risiko yang ada, termasuk aturan yang ketat untuk menjaga integritas lembaga tersebut.

Arief Hidayat menegaskan bahwa KPK, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), adalah lembaga yang harus dihormati, yang memerlukan persyaratan ketat bagi para pemimpinnya.

“KPK-MK itu adalah lembaga yang saya sebut sebagai noble profession, profesi yang sangat terhormat,” ujar Arief.

Menurutnya, profesi ini juga termasuk dalam kategori “silent profession” atau profesi diam, yang berarti pimpinan KPK harus dapat menghindari hubungan dengan pihak-pihak tertentu demi menjaga netralitas.

Contoh lain yang disampaikan Arief adalah perilaku hakim MK saat menghadapi musim Pemilu atau Pilkada.

Hakim MK, ujar Arief, tidak akan memilih tempat duduk di kelas bisnis pesawat terbang karena khawatir bertemu dengan politisi atau calon kepala daerah yang bisa menimbulkan kesan adanya konflik kepentingan.

Lebih lanjut, Arief mengingatkan bahwa jabatan di KPK adalah profesi yang memiliki tantangan besar, dan risiko yang menyertainya.

“Mau tidak mau, kalau menjabat jabatan-jabatan yang disebut silent profession atau noble profession itu, ya harus ada persyaratan yang ketat,” tegas Arief.

Menurutnya, tugas KPK yang luar biasa (extraordinary function) membuat lembaga ini memiliki aturan yang berbeda dengan penegak hukum lainnya.

Gugatan yang dilayangkan oleh Alexander Marwata dan dua pegawai KPK lainnya, yakni Lies Kartika Sari dan Maria Fransiska, ini juga menyangkut Pasal 37, yang dianggap berpotensi menjadi alat kriminalisasi terhadap pimpinan dan pegawai KPK.

Pasal tersebut, menurut mereka, tidak hanya tidak jelas tetapi juga bisa disalahgunakan dalam penegakan hukum.

Marwata mengkritik ketidakjelasan dalam batasan yang ada di Pasal 36 huruf a UU KPK. Menurutnya, pasal tersebut tidak memberikan batasan yang jelas tentang siapa yang dimaksud dengan “pihak yang berperkara”.

Ia mengkhawatirkan bahwa ketidakjelasan ini bisa membuka peluang penerapan yang sewenang-wenang.

“Jika tidak ada penjelasan yang jelas, bisa saja pertemuan dengan orang yang belum tersangka, atau bahkan hanya laporan masyarakat, bisa dianggap sebagai pelanggaran,” ungkap Alex.

Ia juga menambahkan, pasal tersebut seharusnya hanya diterapkan dalam konteks pelanggaran etik, bukan pidana.

Dalam gugatan ini, Alex dan dua pegawai KPK lainnya menuntut agar Mahkamah Konstitusi mencabut Pasal 36 huruf a dan Pasal 37 UU KPK. Mereka juga meminta agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Alex berharap, Mahkamah Konstitusi akan mempertimbangkan esensi dan ketidakpastian hukum yang ditimbulkan oleh dua pasal ini dalam praktik penegakan hukum.

Gugatan yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan dua pegawai KPK ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh lembaga antirasuah ini.

Dengan aturan yang ketat dan profesi yang membutuhkan integritas tinggi, pimpinan KPK harus siap menanggung risiko yang datang bersama tugas mulia ini.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi akan menjadi tempat untuk menentukan apakah Pasal 36 dan 37 UU KPK akan tetap berlaku atau diubah demi memastikan kepastian hukum dan keadilan.***

Artikel ini telah tayang di IndoBisnis.co.id.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments