Jumat, April 18, 2025
spot_img
BerandaHUKUM DAN KRIMINALMisteri Paulus Tannos: Bagaimana Buron E-KTP Akhirnya Ditangkap?

Misteri Paulus Tannos: Bagaimana Buron E-KTP Akhirnya Ditangkap?

JAKARTA, IndoBisnis – Buron kelas kakap, Paulus Tannos, akhirnya berhasil diringkus oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

Penangkapan ini menjadi momen bersejarah bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang untuk pertama kalinya berhasil menggunakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang berlaku efektif sejak Maret 2024.

Tannos, yang ditetapkan sebagai tersangka pada 2019, dikenal sebagai salah satu dalang dalam kasus korupsi proyek E-KTP senilai triliunan rupiah.

Sebagai pimpinan konsorsium PT Sandipala Arthaputra, ia memainkan peran strategis dalam pelaksanaan proyek yang merugikan keuangan negara tersebut.

Namun, upaya pengejaran terhadap Tannos tak berjalan mudah. Pada 2022, KPK mengajukan Red Notice ke Interpol, tetapi langkah ini terhambat oleh keberatan yang diajukan kuasa hukumnya.

Pada 2023, keberadaan Tannos terdeteksi di Bangkok. Sayangnya, saat tim penyidik tiba, ia telah mengganti kewarganegaraan menjadi warga Guinea-Bissau, memanfaatkan celah hukum internasional untuk melindungi diri.

Kebuntuan mulai terurai dengan pengesahan UU No. 5 Tahun 2023 tentang Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.

Pada November 2024, KPK mengajukan Provisional Arrest kepada pengadilan Singapura. Permohonan ini dikabulkan, hingga akhirnya Tannos ditangkap dan ditahan di Rumah Tahanan Changi.

Mantan Penyidik Senior KPK, Muhammad Praswad Nugraha, mengapresiasi kerja keras tim penyidik. “Ini adalah pesan tegas bagi para buronan: tidak ada tempat aman, bahkan di Singapura. Proses hukum tetap berjalan,” tegasnya pada, Senin (27/1).

Ia juga menyoroti tindakan Tannos yang mengganti kewarganegaraan sebagai pelanggaran tambahan berdasarkan Pasal 21 UU Tipikor, karena dianggap menghalangi penyidikan.

Tannos diperkirakan akan diekstradisi ke Indonesia dalam waktu maksimal 45 hari untuk menjalani proses hukum. Sinergi antara KPK, Kejaksaan, Interpol, dan CPIB ini menjadi preseden penting dalam pemberantasan korupsi lintas negara, sekaligus mempertegas prinsip nasionalitas aktif, bahwa pelaku kejahatan tetap bisa diadili di Indonesia meski telah berganti kewarganegaraan.

Dengan keberhasilan ini, pemerintah berharap kolaborasi internasional dalam penegakan hukum terus diperkuat untuk menangkap buronan lainnya yang masih berkeliaran di luar negeri.***

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments