Selasa, April 22, 2025
spot_img
BerandaHUKUM DAN KRIMINALKorupsi di Tubuh Militer: Kerugian Negara Fantastis, Impunitas Menganga

Korupsi di Tubuh Militer: Kerugian Negara Fantastis, Impunitas Menganga

JAKARTA, IndoBisnis – Korupsi di tubuh militer kembali menjadi sorotan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sejak 2014 hingga 2025, sedikitnya terdapat delapan kasus korupsi yang melibatkan 15 anggota militer, baik yang masih aktif maupun purnawirawan.

Meski jumlahnya relatif kecil, nilai kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp24,76 triliun—setara dengan separuh dari total kerugian negara akibat vonis kasus korupsi tahun 2022.

Tak hanya itu, praktik korupsi di lingkungan militer juga disertai suap senilai Rp89,35 miliar. Dari 15 pelaku, 13 di antaranya berpangkat perwira, sementara dua lainnya merupakan bintara.

Proses Hukum Jalan di Tempat?

Dari 15 anggota militer yang terseret kasus korupsi, hanya 10 yang berhasil diproses hingga persidangan. Enam di antaranya diadili di pengadilan militer, sementara empat lainnya disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Namun, yang mengejutkan, lima kasus dihentikan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, dengan dalih kurangnya alat bukti. Ironisnya, kasus yang dihentikan justru berkaitan dengan skandal pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101, yang dalam proses peradilannya, tersangka sipil sudah divonis 10 tahun penjara.

“Penghentian perkara ini patut diduga sebagai upaya penyelamatan pihak tertentu dan semakin mempertebal impunitas bagi anggota militer yang melakukan korupsi,” ungkap Koordinator Bidang Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha melalui Perss rilisnya, Selasa (18/3/2025)

Pengadilan Militer vs. Pengadilan Sipil: Tebang Pilih Hukuman?

ICW menyoroti disparitas vonis antara pengadilan militer dan pengadilan sipil dalam menangani kasus korupsi di tubuh militer.

Vonis di Pengadilan Tipikor: Rata-rata 16 tahun penjara

Vonis di Pengadilan Militer: Rata-rata 9 tahun penjara

Meskipun ada preseden vonis seumur hidup terhadap Brigjen TNI Teddy Hernayadi dalam kasus korupsi pengadaan alutsista Kementerian Pertahanan, kenyataannya banyak kasus lain yang menunjukkan perbedaan perlakuan.

Misalnya, dalam kasus suap proyek pengadaan di Badan SAR Nasional (Basarnas) yang menyeret Kepala Basarnas Henri Alfiandi. Jenderal bintang tiga ini hanya divonis dua tahun enam bulan penjara, jauh lebih ringan dibandingkan kasus serupa di pengadilan sipil.

Revisi UU TNI: Ancaman Impunitas Makin Nyata?

Di tengah peliknya masalah korupsi di tubuh militer, DPR dan pemerintah justru tengah mempercepat Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Namun, ICW menilai revisi ini tidak memberikan nilai tambah dalam pemberantasan korupsi. Sebaliknya, aturan baru yang disusun secara tertutup dan tanpa partisipasi publik berpotensi mengembalikan militer ke wilayah sipil tanpa menghilangkan impunitas yang selama ini melekat pada mereka.

“Alih-alih menjadikan militer lebih profesional, revisi ini justru membuka ruang konflik kepentingan dan memperburuk impunitas bagi anggota militer yang terjerat kasus korupsi,” tegas Egi.

ICW Desak DPR Hentikan Pembahasan Revisi UU TNI

Untuk mencegah kian suburnya praktik korupsi di tubuh militer, ICW mendesak:

1. DPR segera menghentikan pembahasan Revisi UU TNI karena dilakukan secara tertutup, tidak partisipatif, dan rawan politik transaksional.

2. Anggota militer aktif harus kembali ke barak dan tidak menempati jabatan sipil, guna menghindari konflik kepentingan dan menghapus impunitas.

Kasus korupsi di tubuh militer adalah bom waktu. Tanpa reformasi hukum yang tegas, praktik korupsi dan impunitas akan terus berulang, menggerogoti kepercayaan publik terhadap institusi militer.***

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments