JAKARTA, IndoBisnis – Keberadaan perusahaan tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat semakin memicu kecaman. Masyarakat adat dan aktivis lingkungan menilai pemerintah belum serius dalam menjaga kekayaan alam Papua.
Juru Kampanye Gerakan Selamatkan Manusia, Tanah, dan Hutan Malamoi, Fiktor Klafiyu, mengingatkan bahwa eksploitasi nikel di Raja Ampat hanya akan membawa kehancuran bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
“Tambang nikel ini tidak bisa dibenarkan. Aktivitas ini akan merusak hutan, mencemari laut, dan menghancurkan keanekaragaman hayati. Raja Ampat bukan tempat untuk eksploitasi tambang, melainkan surga dunia yang harus kita jaga,” ujar Fiktor, Minggu (2/2/2025), mengutip Jubi.
Saat ini, PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk. (Antam), masih aktif menambang nikel di Pulau Gag. Padahal, wilayah ini dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia. Survei dari The Nature Conservancy (TNC) dan Conservation International menunjukkan bahwa perairan Raja Ampat menjadi rumah bagi 75% spesies laut dunia.
Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Domberai, Ronald Kondjol, menegaskan bahwa dampak tambang nikel sudah terasa. Ia menyoroti deforestasi besar-besaran akibat aktivitas PT Gag Nikel yang membuat hutan adat di Pulau Gag semakin rusak.
“Bagaimana nasib anak cucu masyarakat adat Papua jika hutan mereka habis? Pemerintah harus turun tangan sebelum semuanya terlambat,” tegas Ronald.
Ronald juga meminta Dinas Lingkungan Hidup Papua Barat Daya segera membentuk tim investigasi untuk menginspeksi aktivitas tambang di Pulau Gag. Ia menyebut perubahan warna air di bibir pantai dan deforestasi sebagai bukti nyata pencemaran lingkungan.
Jika tuntutan ini diabaikan, masyarakat adat Papua mengancam akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran. Mereka siap turun ke jalan, bahkan ke Istana Presiden di Jakarta, untuk menuntut penghentian eksploitasi tambang di wilayah adat mereka.
“Kami tidak akan tinggal diam jika tanah adat kami dirusak. Kami siap melakukan aksi besar-besaran jika pemerintah tetap membiarkan eksploitasi tambang ini,” ancam Ronald.
Selain itu, ia mendesak Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya mengevaluasi izin lingkungan PT Gag Nikel dan memastikan tidak ada pelanggaran regulasi lingkungan. Ia menekankan bahwa melindungi hutan adat dan ekosistem Papua adalah tanggung jawab bersama demi generasi mendatang.
“Jika eksploitasi ini terus dibiarkan, dunia akan kehilangan salah satu pusat keanekaragaman hayati terbesar yang pernah ada,” pungkasnya.***