JAKARTA, IndoBisnis – Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) memberikan peringatan keras terkait perilaku dokter yang mempromosikan produk perawatan kulit melalui media sosial.
Menurut MKEK IDI, tindakan tersebut melanggar kode etik yang sudah diatur dalam Fatwa MKEK IDI Nomor 20 dan 29.
Ketua MKEK IDI, Djoko Widyarto, mengungkapkan, “Dokter tidak boleh berpromosi, kecuali dalam bentuk iklan layanan masyarakat.”
Ia menegaskan, jika seorang dokter terlibat dalam promosi produk, gelar atau identitas profesi tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersial.
Etika Kedokteran: Larangan Penggunaan Gelar untuk Promosi Produk
Djoko menjelaskan bahwa profesi dokter tidak boleh dimanfaatkan untuk mempromosikan produk yang mengklaim dapat menyembuhkan penyakit, meningkatkan kesehatan, atau mempercantik pengguna.
Jika promosi tersebut berlebihan dan tidak berdasarkan fakta yang valid, MKEK IDI akan menindak tegas.
“Jika pemberitaan tentang produk itu tidak sesuai fakta, maka kami harus menegaskan bahwa ini tidak benar dan tidak boleh dilakukan,” tegasnya pada, Sabtu (16/11/2024).
MKEK IDI menegaskan bahwa para dokter tidak boleh saling melindungi jika ada pelanggaran etika semacam ini.
Pentingnya Bukti Ilmiah dalam Promosi Produk Kesehatan
Djoko juga mengingatkan bahwa profesi kedokteran harus selalu berlandaskan pada bukti ilmiah. Setiap klaim terkait produk kesehatan harus disertai dengan riset yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Dokter hanya boleh memperkenalkan produk kesehatan yang terbukti secara medis, diakui oleh masyarakat ilmiah, dan diterbitkan di jurnal ilmiah,” jelasnya.
Merujuk pada Deklarasi Helsinki dari World Medical Association (WMA), Djoko mengingatkan bahwa produk atau perawatan yang belum terbukti kebenarannya berisiko memberikan dampak negatif bagi konsumen.
Klinik Kecantikan dan Produk Non-Dokter
MKEK IDI juga menyebutkan bahwa dokter tidak dapat mengawasi praktik kecantikan atau klinik yang dikelola oleh pihak non-dokter. Jika ada produk kecantikan atau kursus kecantikan yang dijalankan oleh non-anggota IDI, pengawasan dan regulasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Djoko menambahkan, “Jika mereka bukan dokter, itu di luar domain kami. Pemerintah harus mengambil langkah untuk mengawasi.”
Teguran untuk Promosi yang Mengarah pada Keuntungan Pribadi
Wakil Ketua Divisi Kemahkamahan MKEK IDI Pusat, Bahtiar Husain, juga mengecam keras kegiatan promosi yang dilakukan oleh dokter untuk meraup keuntungan pribadi.
“Kami sangat mengecam hal ini. Profesi dokter harus berorientasi pada pelayanan kesehatan, bukan untuk mencari keuntungan,” ujar Bahtiar.
MKEK IDI menegaskan bahwa segala bentuk pelanggaran kode etik ini akan mendapatkan tindakan sesuai dengan prosedur yang berlaku, guna menjaga integritas profesi dokter di Indonesia.***
Artikel ini telah tayang di IndoBisnis.co.id.