JAKARTA, IndoBisnis – Kondisi di kamp pengungsian Gedaref semakin memburuk. Ribuan orang tinggal di tempat yang penuh sesak tanpa sanitasi yang memadai, sementara rumah sakit di Al-Jazirah kewalahan menangani pasien kolera yang terus berdatangan.
Melansir dari Laporan Arab.News, Sebagaimana mereka beritakan pada, Selasa 28 Januari 2025. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 51.203 kasus telah dilaporkan hingga Januari 2025, dengan tingkat kematian kasus mencapai 2,6 persen—jauh di atas ambang batas yang direkomendasikan WHO.
“Konflik yang sedang berlangsung membuat pengangkutan vaksin dan perlengkapan kesehatan menjadi tantangan besar,” ujar Eva Hinds, juru bicara UNICEF.
Birokrasi yang berbelit dan zona konflik aktif membuat tenaga medis kesulitan menjangkau wilayah yang paling terdampak. Beberapa rumah sakit bahkan terpaksa tutup karena kekurangan pasokan dan keamanan yang tidak terjamin.
Di Gedaref, Mohamed Ahmed dari Médecins Sans Frontières (MSF) menggambarkan situasi yang memilukan.
“Di satu stasiun bus, ada 17.000 keluarga yang hidup tanpa air bersih dan sanitasi. Penyakit ini menyebar dari tangan ke mulut, dan kita menghadapi ledakan epidemi,” katanya.
Campak dan penyakit lain yang bisa dicegah dengan vaksin turut mengancam.
Serangan udara yang menghantam Rumah Sakit Pendidikan Ibu Saudi di Al-Fasher, Darfur Utara, pada 25 Januari semakin memperburuk keadaan. Sekitar 70 orang tewas dalam serangan yang diduga dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF).
“Perdamaian sudah lama dinantikan di Sudan. Tanpa perdamaian, layanan kesehatan akan terus lumpuh, dan rakyat semakin menderita,” ujar juru bicara WHO, Christian Lindmeier.
Meskipun lembaga-lembaga kemanusiaan seperti WHO, MSF, dan UNICEF berusaha mengendalikan wabah, keterbatasan dana dan akses menjadi hambatan utama. “Para donor harus menepati janji mereka dan memprioritaskan Sudan. Kita tidak bisa menutup mata,” tegas Ahmed.***