JAKARTA, IndoBisnis – Aksi teror terhadap jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana atau Cica, kembali terjadi. Setelah sebelumnya dikirim kepala babi, kini kantor Tempo menerima bangkai tikus dengan kepala terpenggal. Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) mengecam keras kejadian ini dan menilai bahwa kebebasan pers di Indonesia berada dalam kondisi darurat.
“Aksi teror yang berulang ini jelas merupakan upaya membungkam kerja jurnalistik. Jurnalis memiliki hak untuk bekerja tanpa ancaman dan intimidasi,” ujar Sekjen Iwakum, Ponco Sulaksono, Sabtu (22/3/2025).
Ia juga mengkritik lambannya aparat kepolisian dalam mengusut kasus ini, yang dinilai memberikan ruang bagi pelaku untuk mengulangi aksinya.
Teror terhadap jurnalis Tempo kembali mencuat setelah kantor mereka menerima bangkai tikus dengan kepala terpenggal. Insiden ini terjadi hanya beberapa hari setelah teror kepala babi yang sebelumnya dikirim tanpa identitas pengirim.
Sekjen Iwakum, Ponco Sulaksono, mengecam keras aksi tersebut dan menilai bahwa ini adalah bentuk nyata ancaman terhadap kebebasan pers. Ia meminta aparat kepolisian bertindak cepat agar tidak ada lagi teror yang menimpa para jurnalis.
“Kami minta aparat bergerak cepat. Jangan biarkan teror semacam ini berulang,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Advokasi Iwakum, Faisal Aristama, menyesalkan sikap Kepala Kantor Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi, yang dinilai kurang tegas dalam menyikapi teror kepala babi sebelumnya.
“Akhirnya, teror kini kembali berulang. Kalau kemarin kepala babi, sekarang bangkai tikus. Lantas, ke depan apa lagi? Kami tidak ingin ini terjadi lagi. Sudah cukup,” katanya.
Faisal juga menuntut aparat kepolisian agar berani mengusut tuntas pelaku teror ini. Menurutnya, jika tidak segera diungkap, kasus ini bisa menjadi preseden buruk yang semakin membahayakan jurnalis di Indonesia.
“Kekerasan dan intimidasi terhadap wartawan harus dihentikan. Jangan sampai ada lagi teror yang menimpa jurnalis,” ujarnya.
Selain mendesak kepolisian, Faisal juga meminta pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan bagi jurnalis yang bekerja demi kepentingan publik.
“Teror tidak boleh dijadikan alat untuk membungkam suara kebenaran,” pungkasnya.
Kasus ini semakin menyorot persoalan kebebasan pers di Indonesia. Berbagai pihak mendesak agar kepolisian bertindak cepat demi melindungi para jurnalis dan menegakkan demokrasi yang sehat.***